TRAGEDI NASIONAL PERISTIWA
MADIUN PKI, DI/TII, G 30 S/PKI, DAN KONFLIK-KONFLIK INTERNAL LAINNYA
Pasca
Proklamasi Kemerdekaan, perjuangan bangsa Indonesia belum selesai dan sangat
berat. Mengapa? Sebab menghadapi dua musuh dalam perjuangan. Di satu sisi harus
berjuang mem-pertahankan kemerdekaan dari ancaman Sekutu dan NICA. Sementara
disisi lain harus menghadapi tindakan makar dari gerakan separatis. Mereka
menikam dari belakang, di saat bangsa membutuhkan kekuatan untuk mempertahankan
kemerdekaan. Tindakan makar itu tidak bisa dibiarkan, harus ditumpas. Berkat
kesigapan TNI yang didukung rakyat, akhirnya pemberontakan dapat ditumpas. Agar
kalian lebih jelas, ikutilah pembahasan berikut ini!
A. Pemberontakan PKI di Madiun Tahun
1948
Membahas
tentang pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya kabinet Amir
Syarifuddin tahun 1948. Mengapa kabinet Amir jatuh? Jatuhnya kabinet Amir
disebabkan oleh kegagalannya dalam Perundingan Renville yang sangat merugikan
Indonesia. Untuk merebut kembali kedudukannya,pada tanggal 28 Juni 1948 Amir
Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) Untuk memperkuat basis
massa, FDR membentuk organisasi kaum petani dan buruh. Selain itu dengan
memancing bentrokan dengan menghasut buruh. Puncaknya ketika terjadi pemogokan
di pabrik karung Delanggu (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Juli 1959. Pada tanggal
11 Agustus 1948, Musso tiba dari Moskow. Amir dan FDR segera bergabung dengan
Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka disusunlah doktrin bagi PKI. Doktrin
itu bernama Jalan Baru. PKI banyak melakukan kekacauan, terutama di Surakarta.
Oleh PKI
daerah Surakarta dijadikan daerah kacau (wildwest). Sementara Madiun dijadikan
basis gerilya. Pada tanggal 18 September 1948, Musso memproklamasikan
berdirinya pemerintahan Soviet di Indonesia. Tujuannya untuk meruntuhkan
Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila
dan menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu yang bersamaan, gerakan PKI
dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun. Untuk menumpas pemberontakan
PKI, pemerintah melancarkan operasi militer. Dalam hal ini peran Divisi
Siliwangi cukup besar. Di samping itu, Panglima Besar Jenderal Soedirman
memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa
Timur untuk mengerahkan pasukannya menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Dengan
dukungan rakyat di berbagai tempat, pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun
berhasil direbut kembali oleh tentara Republik. Pada akhirnya tokoh-tokoh PKI
seperti Aidit dan Lukman melarikan diri ke Cina dan Vietnam. Sementara itu,
tanggal 31 Oktober 1948 Musso tewas ditembak. Sekitar 300 orang ditangkap oleh
pasukan Siliwangi pada tanggal 1 Desember 1948 di daerah Purwodadi, Jawa
Tengah.
Dengan ditumpasnya pemberontakan PKI di Madiun, maka
selamatlah bangsa dan negara Indonesia dari rongrongan dan ancaman kaum komunis
yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Penumpasan pemberontakan PKI
dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri, tanpa bantuan apa pun dan dari siapa
pun. Dalam kondisi bangsa yang begitu sulit itu, ternyata RI sanggup menumpas
pemberontakan yang relatif besar oleh golongan komunis dalam waktu singkat.
Berdasarkan Perundingan Renville, kekuatan militer
Republik Indonesia harus meninggalkan wilayah Jawa Barat yang dikuasai Belanda.
TNI harus mengungsi ke daerah Jawa Tengah yang dikuasai Republik Indonesia.
Tidak semua komponen bangsa menaati isi Perjanjian Renville yang dirasakan
sangat merugikan bangsa Indonesia. Salah satunya adalah S.M. Kartosuwiryo
beserta para pendukungnya. Pada tanggal 7 Agustus 1949, Kartosuwiryo
memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Tentara dan
pendukungnya disebut Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan Darul Islam yang
didirikan oleh Kartosuwiryo mempunyai pengaruh yang cukup luas. Pengaruhnya
sampai ke Aceh yang dipimpin Daud Beureueh, Jawa Tengah (Brebes, Tegal) yang
dipimpin Amir Fatah dan Kyai Somolangu (Kebumen), Kalimantan Selatan dipimpin
Ibnu Hajar, dan Sulawesi Selatan dengan tokohnya Kahar Muzakar. Untuk lebih
jelasnya lihat tabel 12.1 berikut.
Pada masa pemerintahan RIS, muncul
pemberontakan-pemberontakan yang mengguncang stabilitas politik dalam negeri.
Pemberontakan-pemberontakan tersebut antara lain gerakan Angkatan Perang
Ratu Adil (APRA), pemberontakan Andi Azis, dan Gerakan Republik Maluku Selatan
(RMS). Lihat tabel 12.2 berikut.
D. Konflik onflik Internal Hubungan
Pemerintah Pusat – Daerah dan Dampaknya terhadap Munculnya Pergolakan dan
Pemberontakan Daerah
Sejak
pemerintahan kabinet Ali II, muncul berbagai masalah mengenai hubungan pusat
dan daerah. Beberapa masalah yang timbul yaitu sebagai berikut:
1. Sikap tidak senang terhadap pemerintah pusat, terutama di Sumatra dan Sulawesi. Mereka merasa tidak puas dengan alokasi biaya pembangunan yang diterima dari pusat.
2. Terjadinya krisis kepercayaan terhadap pemerintah pusat. Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah sekitar tahun 1957 memang tidak harmonis. Ketidakharmonisan ini terlihat dengan munculnya berbagai pergolakan di daerah. Di samping itu ada beberapa daerah yang berusaha melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gerakan yang berusaha lepas dari NKRI disebut gerakan sparatis. Beberapa contoh gerakan yang menentang pemerintah pusat misalnya, Dewan Banteng, Dewan Gajah, dan Dewan Garuda, yang kemudian berkembang menjadi PRRI/Permesta.
1. Sikap tidak senang terhadap pemerintah pusat, terutama di Sumatra dan Sulawesi. Mereka merasa tidak puas dengan alokasi biaya pembangunan yang diterima dari pusat.
2. Terjadinya krisis kepercayaan terhadap pemerintah pusat. Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah sekitar tahun 1957 memang tidak harmonis. Ketidakharmonisan ini terlihat dengan munculnya berbagai pergolakan di daerah. Di samping itu ada beberapa daerah yang berusaha melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gerakan yang berusaha lepas dari NKRI disebut gerakan sparatis. Beberapa contoh gerakan yang menentang pemerintah pusat misalnya, Dewan Banteng, Dewan Gajah, dan Dewan Garuda, yang kemudian berkembang menjadi PRRI/Permesta.
Munculnya
pemberontakan PRRI diawali dari ketidakharmonisan hubungan pemerintah daerah
dan pusat. Daerah kecewa terhadap pemerintah pusat yang dianggap tidak adil dalam
alokasi dana pembangunan. Kekecewaan tersebut diwujudkan dengan pembentukan
dewan-dewan daerah seperti berikut.
a. Dewan
Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
b. Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolan.
c. Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian.
d. Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.
b. Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolan.
c. Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian.
d. Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.
Tanggal 10
Februari 1958 Ahmad Husein menuntut agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri
dalam waktu 5 x 24 jam, dan menyerahkan mandatnya kepada presiden. Tuntutan
tersebut jelas ditolak pemerintah pusat. Setelah menerima ultimatum, maka
pemerintah bertindak tegas dengan memecat secara tidak hormat Ahmad Hussein,
Simbolon, Zulkifli Lubis, dan Dahlan Djambek yang memimpin gerakan sparatis.
Langkah berikutnya tanggal 12 Februari 1958 KSAD A.H. Nasution membekukan Kodam
Sumatra Tengah dan selanjutnya menempatkan langsung di bawah KSAD.
Pada tanggal
15 Februari 1958 Achmad Hussein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Sebagai perdana menterinya adalah Mr.
Syafruddin Prawiranegara. Agar semakin tidak membahayakan negara, pemerintah
melancarkan operasi militer untuk menumpas PRRI. Berikut ini operasi militer
tersebut.
a. Operasi
17 Agustus dipimpin Kolonel
Ahmad Yani untuk wilayah Sumatra Tengah. Selain untuk menghancurkan kaum sparatis, operasi ini juga dimaksudkan untuk mencegah agar gerakan tidak meluas, serta mencegah turut campurnya kekuatan asing.
b. Operasi Tegas dipimpin Letkol Kaharudin Nasution. Tugasnya mengamankan Riau, dengan pertimbangan mengamankan instalasi minyak asing di daerah tersebut dan mencegah campur tangan asing dengan dalih menyelamatkan negara dan miliknya.
c. Operasi Saptamarga untuk mengamankan daerah Sumatra Utara yang dipimpin Brigjen Djatikusumo.
d. Operasi Sadar dipimpin Letkol Dr. Ibnu Sutowo untuk mengamankan daerah Sumatra Selatan.
Ahmad Yani untuk wilayah Sumatra Tengah. Selain untuk menghancurkan kaum sparatis, operasi ini juga dimaksudkan untuk mencegah agar gerakan tidak meluas, serta mencegah turut campurnya kekuatan asing.
b. Operasi Tegas dipimpin Letkol Kaharudin Nasution. Tugasnya mengamankan Riau, dengan pertimbangan mengamankan instalasi minyak asing di daerah tersebut dan mencegah campur tangan asing dengan dalih menyelamatkan negara dan miliknya.
c. Operasi Saptamarga untuk mengamankan daerah Sumatra Utara yang dipimpin Brigjen Djatikusumo.
d. Operasi Sadar dipimpin Letkol Dr. Ibnu Sutowo untuk mengamankan daerah Sumatra Selatan.
Akhirnya
pimpinan PRRI menyerah satu per satu. Misalnya Ahmad Hussein tanggal 29 Mei
1961 melaporkan diri beserta pasukannya, dan diikuti yang lain. Dengan demikian
pemberontakan PRRI dapat dipadamkan.
Proklamasi
PRRI ternyata mendapat dukungan dari Indonesia bagian Timur. Tanggal 17
Februari 1958 Somba memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat dan mendukung
PRRI. Gerakannya dikenal dengan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Gerakan
ini jelas melawan pemerintah pusat dan menentang tentara sehingga harus
ditumpas. Untuk menumpas gerakan Permesta, pemerintah melancarkan operasi militer
beberapa kali. Berikut ini operasi-operasi militer tersebut.
a. Komando operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat.
b. Operasi Saptamarga I dipimpin Letkol Sumarsono, menumpas Permesta di Sulawesi Utara bagian Tengah.
c. Operasi Saptamarga II dipimpin Letkol Agus Prasmono dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan.
d. Operasi Saptamarga III dipimpin Letkol Magenda dengan sasaran kepulauan sebelah Utara Manado.
e. Operasi Saptamarga IV dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat, menumpas Permesta di Sulawesi Utara.
f. Operasi Mena I dipimpin Letkol Pieters dengan sasaran Jailolo.
g. Operasi Mena II dipimpin Letkol Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai.
a. Komando operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat.
b. Operasi Saptamarga I dipimpin Letkol Sumarsono, menumpas Permesta di Sulawesi Utara bagian Tengah.
c. Operasi Saptamarga II dipimpin Letkol Agus Prasmono dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan.
d. Operasi Saptamarga III dipimpin Letkol Magenda dengan sasaran kepulauan sebelah Utara Manado.
e. Operasi Saptamarga IV dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat, menumpas Permesta di Sulawesi Utara.
f. Operasi Mena I dipimpin Letkol Pieters dengan sasaran Jailolo.
g. Operasi Mena II dipimpin Letkol Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai.
Ternyata
Gerakan Permesta mendapat dukungan asing, terbukti dengan ditembak jatuhnya
pesawat yang dikemudikan oleh Alan Pope warga negara Amerika Serikat tanggal 18
Mei 1958 di atas Ambon. Meskipun demikian, pemberontakan Permesta dapat
dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958, walaupun sisa-sisanya masih ada sampai
tahun 1961.
Doktrin
Nasakom yang dikembangkan oleh Presiden Soekarno memberi keleluasaan PKI untuk
memperluas pengaruh. Usaha PKI untuk mencari pengaruh didukung oleh kondisi
ekonomi bangsa yang semakin memprihatinkan. Dengan adanya nasakomisasi
tersebut, PKI menjadi salah satu kekuatan yang penting pada masa Demokrasi
Terpimpin bersama Presiden Soekarno dan Angkatan Darat. Pada akhir tahun 1963,
PKI melancarkan sebuah gerakan yang disebut “aksi sepihak”. Para petani dan
buruh, dibantu para kader PKI, mengambil alih tanah penduduk, melakukan
aksi demonstrasi dan pemogokan. Untuk melancarkan kudeta, maka PKI membentuk
Biro Khusus yang diketuai oleh Syam Kamaruzaman. Biro Khusus tersebut mempunyai
tugas-tugas berikut.
a.
Menyebarluaskan pengaruh dan ideologi PKI ke dalam tubuh ABRI.
b. Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang telah bersedia menjadi anggota PKI dan telah disumpah dapat membina anggota ABRI lainnya.
c. Mendata dan mencatat para anggota ABRI yang telah dibina atau menjadi pengikut PKI agar sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan untuk kepentingannya.
b. Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang telah bersedia menjadi anggota PKI dan telah disumpah dapat membina anggota ABRI lainnya.
c. Mendata dan mencatat para anggota ABRI yang telah dibina atau menjadi pengikut PKI agar sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan untuk kepentingannya.
Memasuki
tahun 1965 pertentangan antara PKI dengan Angkatan Darat semakin meningkat.
D.N. Aidit sebagai pemimpin PKI beserta Biro Khususnya, mulai meletakkan
siasat-siasat untuk melawan komando puncak AD. Berikut ini siasat-siasat yang
ditempuh oleh Biro Khusus PKI.
a.
Memojokkan dan mencemarkan komando AD dengan tuduhan terlibat dalam
persekongkolan (konspirasi) menentang RI, karena bekerja sama dengan Inggris
dan Amerika Serikat.
b. Menuduh komando puncak AD telah membentuk “Dewan Jenderal” yang tujuannya menggulingkan Presiden Soekarno.
c. Mengorganisir perwira militer yang tidak mendukung adanya “Dewan Jenderal”.
d. Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan lain.
e. Mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari para buruh dan petani yang dipersenjatai.
b. Menuduh komando puncak AD telah membentuk “Dewan Jenderal” yang tujuannya menggulingkan Presiden Soekarno.
c. Mengorganisir perwira militer yang tidak mendukung adanya “Dewan Jenderal”.
d. Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan lain.
e. Mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari para buruh dan petani yang dipersenjatai.
Ketegangan
politik antara PKI dan TNI AD mencapai puncaknya setelah tanggal 30 September
1965 dini hari, atau awal tanggal 1 Oktober 1965. Pada saat itu terjadi
penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat.
Peristiwa
penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira AD, kemudian dikenal Gerakan 30
S/PKI. Secara rinci para pimpinan TNI yang menjadi korban PKI ada 10 orang,
yaitu 8 orang di Jakarta dan 2 orang di Yogyakarta. Mereka diangkat sebagai
Pahlawan Revolusi.
Berikut ini
para korban keganasan PKI.
a. Di
Jakarta
1) Letjen Ahmad Yani, Men/Pangad.
2) Mayjen S.Parman, Asisten I Men/Pangad.
3) Mayjen R. Suprapto, Deputi II Men/Pangad.
4) Mayjen Haryono, M.T, Deputi III Men/Pangad.
5) Brigjen D.I. Panjaitan, Asisten IV Men/Pangad.
6) Brigjen Sutoyo S, Inspektur Kehakiman/Oditur Jendral TNI AD.
7) Lettu Piere Andreas Tendean, Ajudan Menko Hankam/ Kepala Staf Angkatan Bersenjata.
8) Brigadir Polisi Karel Sasuit Tubun, Pengawal rumah Wakil P.M. II Dr. J. Leimena.
1) Letjen Ahmad Yani, Men/Pangad.
2) Mayjen S.Parman, Asisten I Men/Pangad.
3) Mayjen R. Suprapto, Deputi II Men/Pangad.
4) Mayjen Haryono, M.T, Deputi III Men/Pangad.
5) Brigjen D.I. Panjaitan, Asisten IV Men/Pangad.
6) Brigjen Sutoyo S, Inspektur Kehakiman/Oditur Jendral TNI AD.
7) Lettu Piere Andreas Tendean, Ajudan Menko Hankam/ Kepala Staf Angkatan Bersenjata.
8) Brigadir Polisi Karel Sasuit Tubun, Pengawal rumah Wakil P.M. II Dr. J. Leimena.
b. Di
Yogyakarta
1) Kolonel Katamso D, Komandan Korem 072 Yogyakarta.
2) Letnan Kolonel Sugiyono M., Kepala Staf Korem 072 Yogyakarta.
1) Kolonel Katamso D, Komandan Korem 072 Yogyakarta.
2) Letnan Kolonel Sugiyono M., Kepala Staf Korem 072 Yogyakarta.
Jenderal
Nasution berhasil meloloskan diri. Akan tetapi putrinya Ade Irma Suryani
tertembak yang akhirnya meninggal tanggal 6 Oktober 1965, dan salah satu ajudannya
ditangkap. Ajudan Nasution (Lettu Pierre A. Tendean), mayat tiga jenderal, dan
tiga jenderal lainnya yang masih hidup dibawa menuju Halim. Di Halim, para
jenderal yang masih hidup dibunuh secara kejam. Sejumlah anggota Gerwani dan
Pemuda Rakyat terlibat dalam aksi pembunuhan tersebut. Ketujuh mayat kemudian
dimasukkan dalam sebuah sumur yang sudah tidak dipakai lagi di Lubang Buaya.
Untuk mengenang peristiwa yang mengerikan tersebut, di Lubang Buaya dibangun
Monumen Pancasila Sakti. Peristiwa pembunuhan juga terjadi di daerah
Yogyakarta. Komandan Korem 072 Yogyakarta Kolonel Katamso dan Kepala Stafnya
Letkol Sugiyono diculik dan dibunuh oleh kaum pemberontak di Desa Kentungan.
Pagi hari sekitar jam 07.00 WIB Letkol Untung berpidato di RRI Jakarta. Dalam
pidatonya, Letkol Untung mengatakan bahwa “Gerakan 30 September” adalah suatu
kelompok militer yang telah bertindak untuk melindungi Presiden Soekarno dari
kudeta. Kudeta itu direncanakan oleh suatu dewan yang terdiri atas
jenderal-jenderal Jakarta yang korup yang menikmati penghasilan tinggi dan
menjadi kaki tangan CIA (Agen Rahasia Amerika). Setelah mendengar pidato Letkol
Untung di RRI, timbul kebingungan di dalam masyarakat. Presiden Soekarno
berangkat menuju Halim. Presiden mengeluarkan perintah agar seluruh rakyat
Indonesia tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaan, serta menjaga persatuan.
Diumumkan pula bahwa pimpinan Angkatan Darat untuk sementara waktu berada
langsung di tangan presiden sebagai Panglima Tertinggi ABRI. Selain itu
melaksanakan tugas seharihari ditunjuk Mayjen Pranoto. Namun, di saat yang
sama, tanpa sepengetahuan presiden Mayjen Soeharto mengangkat dirinya sebagai
pimpinan AD.
3. Penumpasan G 30 S/PKI
Pada tanggal
2 Oktober 1965 Presiden Soekarno memanggil semua panglima angkatan ke Istana
Bogor. Dalam pertemuan tersebut Presiden Soekarno mengemukakan masalah
penyelesaian peristiwa G 30 S/PKI. Dalam rangka penjelasan G 30 S/PKI, presiden
menetapkan kebijaksanaan berikut.
a. Penyelesaian aspek politik akan diselesaikan sendiri oleh presiden.
b. Penyelesaian aspek militer dan administratif diserahkan kepada Mayjen Pranoto
c. Penyelesaian militer teknis, keamanan, dan ketertiban diserahkan kepada Mayjen Soeharto
a. Penyelesaian aspek politik akan diselesaikan sendiri oleh presiden.
b. Penyelesaian aspek militer dan administratif diserahkan kepada Mayjen Pranoto
c. Penyelesaian militer teknis, keamanan, dan ketertiban diserahkan kepada Mayjen Soeharto
Berikut ini
penumpasan G 30 S/PKI dari aspek militer. Lihat tabel 12.3
Berikut ini
dampak sosial politik dari G 30 S/PKI.
a. Secara politik telah lahir peta kekuatan politik baru yaitu tentara AD.
b. Sampai bulan Desember 1965 PKI telah hancur sebagai kekuatan politik di Indonesia.
c. Kekuasaan dan pamor politik Presiden Soekarno memudar.
d. Secara sosial telah terjadi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang PKI atau”dianggap PKI”, yang tidak semuanya melalui proses pengadilan dengan jumlah yang relatif banyak.
a. Secara politik telah lahir peta kekuatan politik baru yaitu tentara AD.
b. Sampai bulan Desember 1965 PKI telah hancur sebagai kekuatan politik di Indonesia.
c. Kekuasaan dan pamor politik Presiden Soekarno memudar.
d. Secara sosial telah terjadi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang PKI atau”dianggap PKI”, yang tidak semuanya melalui proses pengadilan dengan jumlah yang relatif banyak.
Makasi atas informasinya
BalasHapusKAdal Online Casino in Maharashtra - Kadangpintar
BalasHapusKAdal 온카지노 online casino is the 메리트카지노 perfect place to play and indulge in the best of the latest exciting slots, table games, 1xbet and casino games.